Sabtu, 27 April 2024

RAPAT KOORDINASI DAN KONSULTASI LINGKUNGAN PENGADILAN MILITER

RAPAT KOORDINASI DAN KONSULTASI LINGKUNGAN PENGADILAN MILITER

rakor1           Jakarta, 19 Maret 2014 bertempat di Jakarta di Ruang Sidang Utama Pengadilan Militer Utama diadakan Rapat Koordinasi dan Konsultasi Lingkungan Pengadilan Militer dibuka secara resmi oleh Bapak DR. H.M. IMRON ANWARI, SH.,Sp.N.,MH. Ketua Kamar Militer MARI di dampingi oleh Kadilmiltama Laksda TNI (Purn) AR. Tampubolon, SH., MH. dan Wakadilmiltama Brigjen TNI AAA Dewi Iriani, SH., MH. Peserta yang hadir Para Kadilmilti dan Wakadilmilti I,II dan III, Hakim Tinggi II Jakarta, Kadilmil seluruh Indonesia serta Kepala Panitera Wilayah Jakarta dan Segenap Panitera Wilayah Jakarta.

Tuada Uldilmil menyampaikan beberapa catatan yang perlu mendapat penekanan sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja majelis hakim, yang tentunya akan berguna bagi perbaikan kinerja peradilan militer itu sendiri dan menjadikan peradilan militer sebagai peradilan yang bermartabat dan berwibawa. Beberapa permasalahan pokok baik yang berkaitan dengan formalitas putusan maupun yang berkaitan dengan penerapan hukum, yaitu:

Format Penulisan Putusan

  1. Penyalinan Surat Dakwaan Oditur Militer
  2. Halaman akhir dalam Putusan

Yang berkaitan dengan formalitas putusan, meliputi :

  1. Pertimbangan tentang penjatuhan pidana tambahan pemecatan.
  2. Pertimbangan tentang penjatuhan pidana bersyarat.
  3. Pertimbangan-pertimbangan essensial lainnya dalam suatu putusan.

Yang berkaitan dengan penerapan hukum, meliputi :

  1. Penerapan pasal 29 KUHPM dalam kaitannya dengan putusan pidana tambahan pemecatan.
  2. Tentang uraian pertimbangan pembuktian  unsur-unsur Pasal Dakwaan.

Tujuan evaluasi ini dimaksudkan :

  • Memberikan bekal pengetahuan kepada peserta Pelatihan Tehnis Fungsional Hakim Peradilan Militer mengenai teknis penyusunan putusan dan penerapan hukum dalam memutus perkara.
  • Untuk dijadikan sebagai pedoman bagi hakim dilingkungan peradilan Militer, sehingga akan dicapai keseragaman dalam pemahaman dan tindakan dalam melaksanakan tugas mengadili suatu perkara.

Menyikapi Keputusan Mahkamah Konstitusi yang  menyatakan, Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang memuat ketentuan pengajuan PK hanya satu kali bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga telah banyak ditafsirkan PK dapat diajukan lebih dari satu kali, maka untuk mengantisipasi berlimpahnya pengajuan PK dan untuk menjaga konsistensi putusan, kiranya hakim pada tingkat pertama yang mengadili perkara PK tersebut berani menyatakan dalam berita acara pendapat untuk menyatakan PK yang di ajukan tidak memenuhi syarat formal pengajuan PK.

Demikian pula terhadap perkara-perkara yang diajukan Kasasi, sekiranya secara formal tidak memenuhi syarat formal, misalnya terlambat mengajukan permohonan kasasi, terlambat mengajukan memori kasasi atau karena termasuk yang telah ditentukan dalam Pasal 45A ayat (2) huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, kiranya Pimpinan Pengadilan (Dilmil/Dilmilti) berani untuk tidak mengirim permohonan tersebut ke Mahkamah Agung.