Jumat, 04 Oktober 2024

Hakim Juga Manusia

Hakim Juga Manusia

img_3590---copy

Jakarta-Humas: Hakim bukanlah jabatan main-main karena hakim jabatan suci, mereka adalah wakil Tuhan di bumi ini. Mereka kaki tangan Tuhan dalam menentukan benar dan salah perbuatan manusia di bumi. Untuk itu hakim dilarang melakukan perbuatan tercela atau bahkan melakukan perbuatan yang mendekatkan kepada kesan tercela. Hakim harus menjaga integritas. Tugasnya sebagai hakim bukan hanya untuk mencari materi tetapi tugas itu juga harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan tentu saja kepada Tuhan.

Meskipun begitu hakim bukanlah malaikat. Hakim tetap manusia yang di dalam dirinya berkolaborasi sifat setan dan sifat malaikat. Komponen yang saling berseberangan ini melengkapi satu sama lain dalam eksistesi manusia. Dualisme tersebut kadang membuat hakim yang juga manusia pernah secara sadar atau tidak sadar melakukan perbuatan yang mendekati kesan tercela atau bahkan melakukan hal tercela itu sendiri.

Bagaimana jadinya jika hakim sang penentu putih dan hitam berbuat perbuatan-perbuatan tercela. Apakah mereka masih layak menjadi hakim atau tidak.

Mahkamah Agung menyadari masalah tersebut. Untuk itu sejak tahun 2012 Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengeluarkan Keputusan Bersama Nomor 04/PB/MA/IX/2012 dan 04/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim. Salah satu media teraplikasinya Keputusan Bersama ini adalah adanya Majelis Kehormatan Hakim yang biasa disingkat MKH. MKH adalah media untuk para Hakim “dihakimi” dan membela diri dari segala macam tuduhan yang diarahkan kepadanya. MKH dipimpin oleh 3 hakim Agung dari Mahkamah Agung dan 4 hakim dari Komisi Yudisial.

Nah, di awal 2014 ini MA dan KY meng-MKH-kan 9 orang hakim yang diduga melanggar kode etik. Sidang ini dilaksanakan pada hari yang berbeda-beda.

Selasa, 25 Februari 2014 di gedung Wiryono MA, MKH menyidangkan dua orang hakim. Yang pertama yaitu Pastra Joseph, SH., M. Hum. Wakil ketua pengadilan negeri Mataram. Ayah dari tiga orang anak itu dilaporkan atas perbuatan yang melanggar kode etik hakim berupa menerima suap untuk perkara nomor 51pdt/g/2010/pnms sebesar dua puluh juta rupiah dan penundaan eksekusi untuk putusan yang sudah berkekuatan tetap. Tuduhan itu terjadi ketika Hakim Terlapor bertugas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Pematang Siantar. Atas perbuatannya tersebut Komisi Yudisial merekomendasikan agar Joseph diberhentikan sebagai hakim dengan tidak hormat.

Dalam pembelaannya, Hakim yang mengawali tugasnya sebagai wakil tuhan pada tahun 1985 itu mengatakan bahwa uang tersebut telah dikembalikan. Meskipun begitu, Joseph yang sudah 28 tahun menjadi hakim itu meminta maaf yang sedalam-dalamnya kepada MKH jika perbuatan tersebut dianggap melanggar hukum. Dia Mengakui dan menyadari dan menyesali kelalaian itu dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. “Saya mohon untuk diberikan sanksi hukum yang seringan-ringannya. Karena saya adalah tulang punggung bagi keluarga dan ketiga anak saya masih kuliah.” Kata Joseph dengan suara bergetar.

Dalam putusannya, MKH menjatuhkan hukuman ringan berupa non palu dan tidak mendapatkan tunjangan selama 6 bulan. Putusan ini diberikan MKH dengan pertimbangan bahwa track record Hakim Terlapor baik, sebelumnya tidak pernah melakukan pelanggaran kode etik, Joseph merupakan satu-satunya tulang punggung bagi keluarga, kredibiltas serta integritasnya baik di mata pimpinan dan Hakim Pengawas Daerah.

MKH kedua yaitu dengan hakim terlapor M. Reza Latuconsina, SH, Hakim Pengadilan Negeri Ternate ini diduga melanggar kode etik berupa selingkuh.

Majelis yang dipimpin oleh Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung, Imron Anwari, SH., SP.N., MH. memutuskan hukuman sesuai dengan rekomendasi KY yaitu hukuman disiplin berat berupa non palu dan tidak menerima tunjangan selama dua tahun. Hakim golongan III/c ini sujud syukur ketika mendengar Imron Anwari membacakan putusan tersebut. Keputusan ini diberikan dengan pertimbangan karena hakim terlapor adalah satu-satunya tulang punggung bagi keluarga, memiliki dua anak yang masih kecil dan hakim terlapor lulus menjadi hakim melalui jalur prestasi.

Kemudian pada hari Kamis, 27 Februari 2014 MA dan KY melaksanakan MKH lagi dengan hakim terlapor Pahala Shetya Lumbanbatu, SH. Pahala dilaporkan atas pelanggaran kode etik berupa penggunaan narkoba. Dan atas perbuatannya itu MKH menjatuhkan hukuman pemberhentian secara tidak hormat dengan mendapatkan hak pensiun. Pemberhentian secara tidak hormat ini diberikan karena Hakim Pengadilan Tata Usaha Pekanbaru tersebut terbukti menggunakan narkoba. Namun melihat Hakim Terlapor memiliki empat anak, dua di antaranya balita yang semuanya masih membutuhkan biaya, MKH memutuskan tetap mendapatkan hak pensiun meskipun diberhentikan secara tidak hormat.

MKH selanjutnya akan dilaksanakan pada tangal 4 Maret 2014 dengan hakim terlapor Mastuhi, S.Ag., MH,. (Hakim Pengadilan Agama Tebo) Dan Elsadela SH, (Hakim Pengadilan Negeri Tebo) kedua hakim ini dilaporkan atas perselingkuhan. Kemudian Rabu 5 Maret 2014 dengan hakim terlapor Jumanto, SH., MH. (Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Banjarmasin) dan Puji Rahayu SH., MH., (Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya) kedua hakim ini di MKH-kan karena adanya laporan perselingkuhan. Sedangkan MKH selanjutnya yaitu pada Kamis 6 Maret 2014 dengan hakim terlapor H. Ramlan Comel SH., MH. (Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Bandung), hakim ini dilaporkan terlibat kasus suap.

Meskipun manusia, sejatinya hakim tidak boleh melakukan tawar menawar, tidak boleh melakukan hal-hal yang merusak integritas, hakim wajib menjaga martabat dan nama baik instansi, wajib memutus dengan rasa keadilan karena hakim adalah wakil Tuhan di bumi ini. Wallahu’alam